Rabu, 05 Mei 2010

SISTEM PENDIDIKAN NEGARA FINLANDIA

By Sarbaitinil

KATA PENGANTAR
Pendidikan adalah hak asasi manusia, semua manusia berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan tanpa terkecuali. Sebagai orang tua, kita akan bangga dan bahagia jikalau anak-anak kita mengenyam pendidikan, lulus dengan memiliki gelar sarjana S1/S2/S3 dan berhasil dalam pekerjaan/usaha. Tanpa pendidikan yang baik, masa depan kemungkinannya akan lebih suram. Semakin baik pendidikan yang diperoleh, maka akan semakin maju seseorang. Hal ini berlaku pula untuk sebuah negara, dimana semakin banyak tuna bangsa yang terdidik maka akan semakin maju negara tersebut.
Dengan mempelajari, membandingkan dan menganalisa system pendidikan Negara lain dengan kelebihan-kelebihan dan keistimewaannya dengan Negara kita, maka kita akan mengetahui kelemahan-kelemahan system pendidikan di Negara kita untuk menuju pendidikan yang berkualitas.

SEKILAS TENTANG NEGARA FINLANDIA

Finlandia adalah bagian dari Eropa Barat, lebih tepatnya kelompok negara Skandinavia. Finlandia terletak di benua Eropa sebelah Utara, bertetangga dengan negara Swedia ke Barat, Rusia ke Timur, Estonia ke Selatan dan Norwegia ke Utara. Kelompok negara-negara Skandinavia ialah Finlandia, Swedia, Denmark dan Norwegia.
Finlandia merupakan bagian dari wilayah kerajaan Swedia pada awalnya dan semenjak tahun 1809 Finlandia berada dibawah kerajaan Rusia. Kemerdekaan diproklamasikan pada tahun 1917. Bergabung dengan organisasi PBB ditahun 1955. Finlandia adalah salah satu negara maju yang tingkat korupsi sangat rendah. Dan konsisten mendapat ranking (hampir) tertinggi secara internasional untuk performansi. Berada diposisi 11 dibidang Human Development Index dari PBB dan diberi posisi ke-6 sebagai negara yang bahagia (happiest nation) didunia.
Berdasarkan profil Demokrasi Audit Dunia (World Audit Democracy), Finlandia ialah negara terbebas dalam hal kebebasan bermasyarakat, kebebasan press, korupsi yang sangat rendah dan hak berpolitik. Juga mendapat posisi ke-6 didunia sebagai negara yang damai berdasar survey oleh Unit Intelijen Economist (Economist Intelligence Unit).
Finlandia diberi ranking sebagai negara terbaik didunia untuk ditinggali (untuk bertempat tinggal) oleh Reader's Digest study yang diumumkan pada bulan Oktober 2007, survey ini dilakukan berdasar macam-macam hal misalnya kualitas air minum, tingkat polusi, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan (income), dan sebagainya.
Sekarang ini, Finlandia memiliki 6 provinsi administratif (lääni, pl. läänit). Otoritas provinsi merupakan bagian dari cabang eksekutif dari pemerintah nasional; sebuah sistem yang tidak berubah drastis sejak pendiriannya pada 1634 ke sebuah divisi baru ke "provinsi besar" pada 1997. Sejak itu, keenam provinsi adalah: Finlandia Selatan, Finlandia Barat, Finlandia Timur, Oulu, Laplandia, dan Aaland
Kepulauan Åland menikmati tingkatan otonomi sendiri. Menurut perjanjian internasional dan hukum Finlandia, pemerintahan regional Åland menangani beberapa masalah yang termasuk ke otoritas provinsi di Finlandia Daratan.

SEJARAH
Finlandia mempunyai sejarah yang bergelora. Sejak tahun 1154, negara ini telah menjadi bagian Kerajaan Swedia. Pada abad ke-18, negara ini telah diduduki oleh tentara Rusia sebanyak dua kali. Pada tahun 1808, Finlandia telah ditakluki tentara Kaisar Aleksandr I dan kemudian terus menjadi kadipaten agung berautonomi di bawah Kekaisaran Rusia hingga akhir tahun 1917. Era tahun 1860-an telah menyaksikan kebangkitan semangat nasionalisme rakyat Finland dan kelahiran pergerakan Fennoman. Pada tanggal 6 Desember, 1917, beberapa bulan setelah Revolusi Bolshevik di Rusia, Finlandia telah menyatakan kemerdekaannya. Walaupun begitu, negara ini hanya mencapai kemerdekaan secara resmi pada 3 Januari 1918 dan pertikaian perbatasan telah diselesaikan setelah Perjanjian Tartu ditandatangani pada 1920.
Namun demikian, ancaman Uni Soviet tidak berakhir di situ saja. Sewaktu Perang Dunia II, Finlandia telah menentang Uni Soviet sebanyak dua kali: pertama pada Perang Musim Dingin antara 1939–1940 dan Perang Sambungan antara 1941–1944. Pada 1944, Finlandia sekali lagi diserang, kali ini dari pihak tentara Jerman dalam Perang Laplandia 1944-1945, di mana tentara Finlandia berhasil mengusir tentara Jerman dari sebelah Utara Finlandia. Setamat perang, pemerintah Finlandia telah memetarai beberapa perjanjian dengan Negara tetangganya yang besar yaitu Uni Soviet antara 1947-1948 serta menyerahkan wilayahwilayahnya yaitu Karelia, Salla dan Petsamo kepada negara tersebut.
Selepas perang, Finlandia berada dalam keadaan yang berbahaya sebagai negara penyangga antara kuasa besar komunis Uni Soviet dan negara-negara demokratis yang lain di Eropa. Oleh karena itu pada tahun 1948, negara ini terpaksa menandatangani perjanjian Finlandia–Soviet iaitu Perjanjian Persahabatan, Kerjasama, dan Saling Menguntungkan, yang juga dikenali sebagai Perjanjian YYA. Perjanjian ini penting untuk memastikan kelangsungan hidup Finlandia sebagai sebuah negara kapitalis demokratis. Pada dasarnya dalam perjanjian ini, Finlandia mesti kekal sebagai sebuah negara netral sewaktu Perang Dingin dan membendung serangan apapun terhadap Uni Soviet melalui Finlandia.
Era pascaperang telah menyaksikan pembangunan ekonomi yang pesat dan kestabilan politik di Finlandia. Negara yang dulunya hampir musnah akibat perang yang berkepanjangan telah bangkit menjadi sebuah ekonomi yang sangat kompetitif dan berteknologi tinggi. Walaupun mempunyai perhubungan yang tidak baik dengan Uni Soviet, negara ini merupakan salah
satu rekan dagangannya yang utama. Oleh karena itu kejatuhan Uni Soviet pada 1991 telah memberi tamparan yang hebat kepada ekonomi Finlandia. Namun demikian, dalam masa yang singkat negara ini telah pulih kembali. Malah pada tahun 1995 negara ini telah diterima untuk menyertai Uni Eropah. Kini, Finlandia dianggap sebagai sebuah negara yang sangat maju terutama dalam penggunaan internet dan industri telepon genggam. Selain itu, Negara ini cukup terkenal dengan sistem pendidikan dan sistem sosial yang cemerlang.

ETIMOLOGI, GEOGRAFI, DAN DEMOGRAFI

Asal nama Finlandia (Suomi dalam bahasa Finlandia) tidak jelas namun kemungkinan besar kognatnya adalah kata proto-Baltik *zeme berarti "tanah". Menurut teori yang lebih awal nama ini diturunkan dari suomaa atau suoniemi. Eksonim Finlandia mirip dengan seperti nama tempat Skandinavia Finnmark, Finnveden dan ratusan toponim lain yang berawalan "Fin (n)" di Swedia dan Norwegia. Beberapa nama itu jelas diturunkan dari finnr, kata Jermanik untuk pengembara/penemu dan kemudian diperkirakan berarti "pemburu pengumpul" nomadik atau petani tebang bakar yang berlawanan dengan petani sedenter serta pedagang dan perompak laut Jermanik. Tak diketahui bagaimana, mengapa dan kapan "Finnr" mulai berarti Finlandia Asli khususnya (dari tempat di mana nama itu menyebar dari abad ke-15 ke atas untuk berarti penduduk keseluruhan negeri itu).
Salah satu dokumen pertama yang menyebutkan "tanah bangsa Finn" adalah 2 batu rune. Ada 1 di Söderby, Swedia, dengan prasasti finlont (U 582) dan 1 di Gotland, pulau milik Swedia di Laut Baltik, dengan prasasti finlandi (G 319) berasal ari abad ke-11.
Finlandia adalah sebuah negara dengan ribuan danau dan pulau; 187.888 danau dan 179.584 pulau tepatnya. Salah satu danaunya, Saimaa, adalah yang ke-5 terbesar di Eropa. Bentuk tanah Finlandia kebanyakan datar dengan beberapa bukit dan titik tertingginya, Haltitunturi pada 1.328 m, berada di ujung utara Laplandia. Di samping banyak danau, lansekapnya juga
didominasi oleh hutan pinus (sekitar 68% dari luas tanah) dan sedikit tanah subur. Sebagian besar dari kepulauan ditemukan di barat daya, bagian dari kepulauan Åland, dan sepanjang tepi pantai selatan di Teluk Finlandia. Finlandia adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang tetap bertumbuh. Dikarenakan pengangkatan isostatik yang telah terjadi sejak zaman es terakhir, luas wilayah negara ini juga tumbuh sekitar 7 kilometer persegi setiap tahun.
Iklim di Finlandia Selatan adalah iklim menengah utara. Di Utara Finlandia, terutama di Laplandia, Finlandia, sebuah iklim subarktik mendominasi, dikarakterisasi dengan musim dingin yang sangat dingin dan musim panas yang hangat. Seperempat dari wilayah Finlandia terletak di dalam Lingkaran Arktik, dan konsekuensinya Finlandia mengalami matahari tengah malam. Di titik paling utara Finlandia, matahari tidak terbenam selama 73 hari di waktu musim panas, dan tidak terbit untuk 51 hari dalam musim dingin.
Secara singkat, penduduk Finlandia kebanyakan terdiri dari mayoritas Suku Finn dan minoritas orang-orang Swedia Finlandia sehingga bahasa resminya adalah bahasa Finlandia dan Swedia. Bahasa minoritas lainnya adalah bahasa Rusia dan Estonia. Populasi Finlandia kebanyakan berpusat di daerah selatan. Kota-kota di daerah itu adalah Daerah Metropolitan Helsinki yang mencakup Helsinki, Espoo, dan Vantaa. Kota-kota lainnya adalah Tampere, Turku, Oulu, Lahti, Kuopio dan Jyväskylä.

PARIWISATA
M/S Silja Symphony meninggalkan Helsinki. Kapal pesiar adalah aktivitas wisata utama di seluruh Finlandia. Pariwisata merupakan industri yang sedang berkembang di Finlandia dan di tahun-tahun terkini menjadi aspek penting ekonominya. Pada tahun 2005, pariwisata Finlandia mendapat keuntungan kotor lebih dari 6,7 milyar dengan pertumbuhan 5% dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak pertumbuhan mendadak itu yang bisa dikaitkan ke globalisasi dan modernisasi negeri itu begitupun kebangkitan dalam publisitas dan kesadaran positif. Banyak daya tarik di Finlandia yang menarik lebih dari 4 juta pengunjung pada tahun 2005.
Bentang alam Finlandia ditutupi dengan hutan cemara yang lebat, perbukitan berombak dan dilengkapi dengan susunan danau dan pulau daratan yang rumit. Banyak daerah di Finlandia yang murni dan perawan sebab memiliki 35 taman nasional dari pesisir selatan Teluk Finlandia ke tebangan Laplandia yang tinggi. Ini juga kawasan urbanisasi dengan banyak peristiwa dan aktivitas budaya. Feri komersial antara kota pesisir dan pelabuhan utama di kawasan Baltik, termasuk Helsinki, Turku, Tallinn, Stockholm dan Travemünde, memainkan peran penting dalam industri pariwisata setempat.

KEKHASAN, BUDAYA DAN KEBIASAAN ORANG FINLANDIA
1.Santa Klaus (Sinterklas)
Finlandia dikenal sebagai negara tempat tinggalnya Santa Klaus, dimana kantor pos penerimaan surat-surat yang dikirim ke Santa Klaus berlokasi dinegara tersebut, tepatnya Lapland, wilayah paling utara di Finlandia.
2.Satu/beberapa hari tanpa siang/malam
Sewaktu musim panas, ada suatu periode dimana terjadi malam (gelap tanpa cahaya Matahari) hanya untuk 1-3 jam bahkan di Lapland tidak ada malam sama sekali. Sebaliknya diwaktu musim dingin, ada suatu periode dimana terjadi siang (terang cahaya Matahari) hanya untuk 1-3 jam bahkan di Lapland tidak ada siang sama sekali.
3.Aurora
Aurora, yang dikenal sebagai cahaya dari kutub, adalah suatu fenomena cahaya dimalam hari (gelap) yang dihasilkan atas tabrakan partikel-partikel bermuatan listrik, umumnya elektron dan juga proton dilapisan magnetosphere yang berjarak 80km dari Bumi. Aurora disebut sebagai Revontulet dalam bahasa Finlandia.
4.Sauna
Sauna merupakan sebuah tradisi kultur orang Finlandia, dimana duduk didalam ruangan panas yang bersuhu 60-100 derajat Celcius. Jumlah sauna ada sekitar 2 juta di Finlandia yang berpenduduk 5 juta, dan diperkirakan rata-rata 1 sauna per keluarga.
Sauna tanpa cerobong asap di Enonkoski. Budaya sauna Finlandia yang kuat merupakan salah satu dari sisa budaya Finlandia asli. Seperti rakyatnya, budaya Finlandia amat asli dan banyak diwakili dalam bahasa Finlandia. Sepanjang masa prasejarah dan sejarah di daerah ini, persentuhan dan pengaruh budaya berbarengan datang di saat yang sama dari segala penjuru. Sebagai akibat 600 kekuasaan Swedia, pengaruh budaya Swedia masih bisa dilihat. Kini, pengaruh budaya dari Amerika Utara juga mendominasi.
Dalam abad ke-21, banyak orang Finlandia yang mengalami persentuhan budaya dari daerah yang jauh, seperti Asia dan Afrika. Melalui pariwisata, para pemuda Finlandia khususnya telah banyak bersentuhan dengan orang-orang dari luar Finlandia dengan bepergian ke luar negeri untuk bekerja dan belajar. Masih terdapat perbadaan antara kawasan, khususnya perbedaan kecil dalam logat dan kosakata. Minoritas seperti orang Sami, Swedia Finlandia, Romani, dan Tatar memelihara budaya mereka sendiri. Banyak orang Finlandia yang secara emosional terkait dengan pedesaan dan alam, karena urbanisasi masih menjadi fenomena baru. Finlandia secara nyaman memenangkan Kontes Menari Eurovision pertama di bulan September 2007.
Orang Finlandia dikenal tidak banyak bicara, jujur dan sederhana (low profile). Bukan kebiasaan bagi orang Finlandia untuk memotong pembicaraan yang sedang berlangsung dengan seseorang. Karena terkenal jujur, orang Finlandia memegang teguh kepercayaan dan kejujuran seseorang. Akan sulit bagi mereka menerima seseorang yang merusak kepercayaan dan kejujuran itu.

BAHASA
Finlandia mempunyai dua bahasa resmi yang utama yaitu: bahasa Finlandia dan bahasa Swedia. Bahasa resmi lainnya adalah bahasa Sami, bahasa Romani dan bahasa Finlandia Isyarat. Bahasa asing lain yang penting adalah bahasa Rusia dan bahasa Estonia. Bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Finlandia (92% dari populasinya) serta bahasa Swedia (6% dari populasinya). Penggunaan bahasa asing saat ini adalah bahasa Inggris (63%), bahasa Swedia (41%), bahasa Jerman (18%) dan Perancis (3%).

KEMAJUAN EKONOMI, POLITIK DAN PEMBANGUNAN
Finlandia dikenal dunia sebagai negara asal NOKIA. Teknologi informasi dan manufaktur merupakan andalah kemajuan ekonomi disamping industri kehutanan. Hasil utama Finlandia adalah elektronik, telekomunikasi, kertas dan produk kayu serta mesin-mesin berat.
Penurunan tersebut disebabkan meningkatnya jumlah lapangan kerja yang ditunjang oleh tumbuhnya usaha-usaha baru terutama di sektor industri, konstruksi, transportasi dan jasa sosial. Kendati pengangguran tinggi, namun Finlandia masih membutuhkan tenaga-tenaga terampil di sektor-sektor tertentu seperti konstruksi, industri perkapalan dan jasa yang saat ini terbatas jumlahnya. Finlandia merupakan negara industri, memiliki ekonomi pasar-bebas, dengan produksi perkapita kira-kira sama dengan Britania Raya, Prancis, Jerman, dan Italia. Standar hidup di Finlandia tinggi. Sektor kunci ekonomi adalah produksi, terutama di bidang telekomunikasi.
Perdagangan memiliki peran penting yang hampir mencapai sepertiga PDBnya. Finlandia mengimpor bahan mentah, energi, dan beberapa komponen barang produksi. Karena iklimnya, perkembangan pertanian terbatas untuk mempertahankan kecukupansendiri. Kehutanan merupakan ekspor yang cukup penting, menyediakan pekerjaan sekunder bagi populasi pedesaan. Integrasi yang cepat dengan Eropa Barat, Finlandia meninggalkan
mata uang markka dan beralih ke euro pada 1 Januari 1999.
Finlandia adalah sebuah negara kesejahteraan sehingga warga negaranya dikenai pajak yang besar, namun sebagai gantinya, mereka menikmati layanan sosial yang baik.
Parlemen Finlandia dari Helsinki. Finlandia menggunakan sistem semi-presidensial dengan parlemen. Presiden Finlandia bertanggung jawab terhadap kebijakan luar negeri sedangkan kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinetnya, Valtioneuvosto atau Statsrådet, yang terdiri dari perdana menteri dan menteri untuk berbagai departemen.
Parlemen Finlandia yang disebut Eduskunta atau Riksdag beranggotakan 200 orang dan merupakan otoritas legislatif tertinggi di negara tersebut. Parlemen ini bisa mengubah Konstitusi Finlandia dan mengalahkan hak veto presiden. Legislasi bisa diusulkan oleh kabinet ataupun dari anggota Eduskunta yang dipilih untuk empat tahun dengan representasi proporsional.

Mengapa Tingkat Pengangguran Tinggi
Secara demografis, jumlah penduduk usia tua atau tidak bekerja lebih banyak dibanding penduduk usia muda (produktif) dengan perbandingan: usia 0-14 tahun (17,3%), 15-64 tahun (66,7%)-terbanyak pada usia 55-59, lebih dari 65 tahun (16%).
Berdasarkan data statistik tahun 2006, mayoritas pekerja adalah full-time work dengan jumlah 2,071 juta (2005) dengan status pekerja tetap dan memiliki penghasilan tetap. Sebagian besar dari mereka bekerja pada sektor jasa umum (public service) dan jasa lainnya sebanyak 790 ribu, diikuti dengan sektor manufacturing 460 ribu dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 378 ribu.
Karena lapangan pekerjaan cenderung bertambah dan jumlah angkatan kerja Finlandia semakin sedikit, maka negara itu membutuhkan tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing direkrut dari para imigran yang menetap di Finlandia atau dari negara-negara Uni Eropa dan European Economic Area (EEA) khususnya Baltik, Eropa Tengah dan Timur. Lapangan kerja pelayanan kesehatan (perawat). Hingga tahun 2005 jumlah imigran yang menetap di Finlandia mencapai 4,1% dari total penduduk atau berjumlah 113.852 orang. Kelompok etnis terbanyak berasal dari Rusia (24.621 orang), Estonia (15.459 orang) dan Swedia (8196 orang. Sementara itu warga Asia Pasifik yang tercatat memiliki komunitas yang cukup banyak adalah China, Thailand dan Vietnam.
Banyak yang berpandangan bahwa Finlandia bukan tempat menarik buat pendatang untuk mengadu nasib mengingat iklimnya yang ekstrem, tingkat pajak yang tinggi serta aturannya yang ketat. Namun demikian, sikap masyarakat Finlandia terhadap pendatang asing cenderung tidak negatif. Hal ini dilatarbelakangi oleh sifat bangsa Finlandia yang jujur, simple/sederhana dan suka menolong. Masyarakat Finlandia yang cenderung homogen pada mulanya kurang menerima kehadiran imigran dan pekerja asing. Namun semenjak dekade 1990-an, khususnya ketika bergabung dengan Uni Eropa tahun 1995, Finlandia berpandangan bahwa untuk bersaing dalam globalisasi ekonomi diperlukan dukungan tenaga kerja asing terampil yang dapat dimanfaatkan oleh industrinya guna menggerakkan pertumbuhan ekonomi.

APA YANG TERKENAL DARI FINLANDIA
1.NOKIA
Perusahaan ini awalnya didirikan pada tahun 1865 dikota Tampere sebagai penggilingan kayu. Kemudian dipindahkan ke kota Nokia dengan alasan untuk memperoleh sumber daya listrik karena dekat dengan sungai. Dari sini asal nama Nokia yang akhirnya digunakan oleh perusahaan ini yang sekarang sangat terkenal dengan handphone. Saat ini Nokia berkantor pusat di kota Espoo, kota yang bersebelahan dengan ibukota Finlandia yakni Helsinki. Ditahun 1967, Nokia memiliki banyak bidang usaha mulai dari pabrik karet, kabel untuk telepon dan telegraph, produk kertas, sepeda, ban mobil, sepatu boot, komputer, telekomunikasi, televisi, mesin genset, kapasitor, aluminium dan sebagainya.
Nokia mengalami krisis keuangan ditahun 1990 yang disebabkan oleh kerugian atas bidang usaha televisi. Pada tahun 1992, perusahaan ini mengambilkan keputusan untuk berkonsentrasi dibidang telekomunikasi khususnya handphone.
2.LINUX
Linux adalah sebuah operating system komputer yang menyerupai Unix. Ini merupakan software bebas dan development terbuka yang biasanya kode bisa dimodifikasi, digunakan dan didistribusikan secara bebas tanpa biaya. Nama Linux berasal dari Kernel Linux yang dibikin pada tahun 1991 oleh Linus Torvalds dari Finlandia Linux banyak dipakai untuk server yang didukung oleh perusahaan komputer besar didunia, antara lain Dell, Hewlett-Packard, IBM, Novell, Oracle, Red Hat, Sun Microsystems. Dan juga digunakan untuk handphone dan video game seperti PlayStation 2, PlayStation 3, dsb. Dibidang internet, 80% perusahaan webhosting menjalan web server-nya dengan Linux, ini berdasar laporan dari Netcraft ditahun 2006.
3.Formula 1
Formula 1, atau biasa disingkat sebagai F1, adalah balapan mobil kelas dunia dan paling bergengsi, sebagaimana yang ditetapkan oleh Federasi Internasional Automobil (FIA). FIA merupakan sebuah badan yang mengurusi olahraga balapan mobil didunia.

PENDIDIKAN
Berdasarkan survey lembaga PBB, tepatnya oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), dengan survey-nya yang bernama PISA (Programme for International Student Assessment) yang menganalisa banyak negara di seluruh dunia setiap 3 tahun sekali, hasil survey memperlihatkan bahwa Finlandia adalah negara dengan kualitas pendidikan terbaik didunia.

Universitas/Politeknik dan Program-Program Studinya
Di Finlandia, ada sebanyak 20 Universitas dan 30 Politeknik. Universitas memberikan pendidikan untuk sarjana S2 & keatas, sedangkan Politeknik untuk pendidikan tingkat diploma dan sarjana S1. Program studi yang ditawarkan untuk tingkat S1, antara lain: 1) Bachelor program dibidang kesehatan, 2) Bachelor program dibidang sejarah, 3) Bachelor program dibidang geografi, 4) Bachelor program dibidang lingkungan hidup, 5) Bachelor program dibidang teknologi / teknik, 6) Bachelor program dibidang bisnis, 7) Bachelor program dibidang industri & manajemen, 8) Bachelor program dibidang hokum, 9) Bachelor program dibidang informatika, 10) Bachelor program dibidang keuangan / ekonomi, 11) Bachelor program dibidang ilmu social, 12) Bachelor program dibidang manajemen, 13) Bachelor program dibidang design / art, 14) Bachelor program dibidang kimia, 15) Bachelor program dibidang real-estate.
Program studi yang ditawarkan untuk tingkat S2, antara lain: 1) Master program dibidang kesehatan, 2) Master program dibidang sejarah, 3) Master program dibidang geografi, 4) Master program dibidang lingkungan hidup, 5) Master program dibidang teknologi / teknik, 6) Master program dibidang bisnis, 7) Master program dibidang industri & manajemen, 8) Master program dibidang hokum, 9) Master program dibidang informatika, 10) Master program dibidang keuangan / ekonomi, 11) Master program dibidang ilmu social, 12) Master program dibidang manajemen, 13) Master program dibidang design / art, 14) Master program dibidang kimia, 15) Master program dibidang real-estate

Daya Tarik Sekolah/Kuliah di Finlandia
Manfaat dari sekolah/kuliah di Universitas dan/atau di Politeknik di Finlandia:
1.Lulusan dari pendidikan yang terbaik didunia berdasar survey OECD (PISA)
2.Pengalaman yang luas tentang kultur dan kehidupan diluar negeri
3.Bertambahnya wawasan internasional
4.Kemampuan bahasa Inggris dan juga bahasa Finlandia yang ter-asah
5.Kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh pekerjaan di perusahaan multinasional dalam dan luar negeri
6.Kemungkinan pengalaman atas pekerjaan part-time sewaktu sebagai pelajar
Seiring dengan tingginya tingkat inflasi di Indonesia, semua harga barang-barang dan biaya hidup bertambah mahal. Biaya pendidikan juga turut semakin mahal, baik sekolah/universitas negeri maupun swasta.
Sedangkan pendidikan di Finlandia cukup murah, karena negara tersebut merupakan Negara sosialis. Pendidikan adalah hak asasi manusia, semua manusia berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan tanpa terkecuali. Pendidikan untuk tingkat sarjana (S1/S2/S3) di Finlandia tidak memungut biaya tahunan. Calon mahasiswa / mahasiswi perlu membayar iuran keanggotaan organisasi pelajar untuk mendapatkan kartu pelajar atau kartu mahasiswa. Kartu pelajar memberikan banyak manfaat dan diskon, misalnya travel.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk pendidikan di sekolah/universitas di Indonesia kurang lebih sama dengan biaya untuk sekolah di Finlandia, bahkan lebih murah jikalau dibandingkan dengan universitas swasta di Indonesia. Disamping itu, kualitas hasil pendidikan apabila lulusan dari Finlandia akan lebih berbobot karena wawasan yang lebih luas dan pengalaman internasional. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan dalam & luar negeri pun akan lebih besar kemungkinannya.

Kesempatan Untuk Bekerja
Bekerja sambil sekolah / kuliah dimungkinkan karena berdasar hukum di Finlandia. Pelajar (mahasiswa) asing yang memiliki ijin tinggal sebagai pelajar dapat bekerja sampai 25 jam per minggu dalam periode akademik dan dapat bekerja full-time (40 jam / minggu) dalam periode liburan kuliah. Contoh pekerjaan yang dapat dilakukan oleh pelajar/mahasiswa adalah loper koran mingguan, loper koran harian, tukang bersih (cleaning service), pelayan restoran, pekerja part-time sesuai bidangnya, dan sebagainya. Banyak kemungkinan juga untuk bekerja sebagai asisten dosen, asisten laboratorium atau asisten riset di kampus-kampus, selain itu banyak kesempatan untuk magang atau bekerja part-time di perusahaan-perusahaan di Finlandia.
Berita surat kabar di Finlandia tentang analisis kebutuhan pekerja-pekerja asing untuk mengisi berbagai bidang pekerjaan karena kekosongan dan kekurangan penduduk serta kecilnya tingkat kelahiran anak di negara tersebut. Berdasar statistik, 1 orang wanita di Finlandia yang berkeluarga hanya memiliki 1,7 anak, ini yang menjadi kekhawatiran oleh pemerintah di negeri tersebut yang mana dalam tahun-tahun ke depan akan terjadi kekurangan tenaga kerja.
Pada tahun sekarang, 2007, ada sebanyak 50000 immigran pekerja. Diprediksikan oleh Institut Imigrasi bahwa hingga tahun 2015, Finlandia memerlukan sebanyak 103000 pekerja asing (immigran) untuk berbagai sektor industri. Dengan sekolah/kuliah di negara Finlandia, akan membuka peluang dan besar kesempatannya untuk bekerja di negara tersebut.
Kunci Keberhasilan Negara FInlandia
Negara yang menduduki peringkat pertama untuk kualitas pendidikan adalah Finlandia. Kualitas pendidikan di negara dengan ibukota Helsinki, dimana perjanjian damai Indonesia dengan GAM dirundingkan, ini memang begitu luar biasa sehingga membuat iri semua guru di seluruh dunia. Peringkat 1 Dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA, yang bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga menunjukkan keunggulannya dalam pendidikan untuk anak-anak lemah mental (PLB). Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas.
Adapaun kunci keberhasilan pendidikan di Negara FInlandia adalah sebagai berikut :
1.Anggaran pendidikan, Finlandia memang menganggarkan biaya yang sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan beberapa negara lainnya.
2.Finlandia tidaklah menggenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes.
3.Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu.
4.Ternyata kuncinya memang terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula.
5.Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan terbaik dari sekolah menengah biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk ke sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingannya ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula. Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan serta pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula.
6.Dengan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri.
7.Ujian dan testing itu akan menghancurkan tujuan belajar siswa. "Terlalu banyak testing membuat kecenderungan mengajarkan siswa, bagaimana cara untuk lolos ujian. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian.
8.Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
9.Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri. Dan kalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekerja dengan lebih bebas. Guru tidak harus selalu mengontrol mereka.
10.Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. "Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru.
11.Guru tidak mengajar dengan metode ceramah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan. Siswa yang lambat akan mendapatkan dukungan intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses.

Berdasarkan penemuan PISA :
1.Sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD.
2.Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki.
3.Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan perilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb.
4.Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.
5.Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut malah akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar.
6.Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya.
7.Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.
8.Kehebatan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. "Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa," kata seorang guru, "maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!" Benar-benar ucapan guru yang sangat bertanggungjawab.
Budaya Pendidikan Untuk Semua (PuS)
Mengamati beberapa sistem pendidikan yang pernah didengungkan negara-negara di dunia, tentu salah satunya pasti ada sistem yang dianut dan diterapkan secara langsung oleh negara tersebut untuk bersaing elite di pasar global. Diantaranya negara-negara Eropa yang sudah maju seperti Negara Jerman, Inggris, Belanda maupun Finlandia. Melangkah belajar dari negara Finlandia bahwa sosok dunia pendidikan yang digulirkan tentu sudah mencatat sebagai negara yang sangat sukses dan diakui terbaik dalam mengelola pendidikan di dunia dalam arti yang bisa mengintegrasikan dunia pendidikan, riset dan industri. Sisi dunia pendidikan mencetak tenaga ahli, tenaga kerja trampil (TKT) yang diserap oleh dunia riset yang menghasilkan temuan-temuan yang nantinya dimanfaatkan oleh dunia industri.
Kemudian di luar sistem pendidikan negara Finlandia tersebut ada suatu lembaga dana yang dinamai Takes, lembaga ini khusus bertugas yang hanya mendanai penelitian dan mempromosikan inovasi yang telah dihasilkan. Sehingga lembaga riset tidak pusing memikirkan dana untuk penelitian, semuanya sesuai dengan riset apa yang ingin dilakukan. Dari pola tersebut maka setiap tahun menciptakan inovasi-inovasi baru baik teknologi sains maupun jasa lainnya yang pada akhirnya membentuk budaya inovasi.
Pandangan budaya ini tentu akan mendorong semua orang untuk selalu berfikir tentang inovasi dan terobosan baru untuk bersaing di tingkat global. Di negara Finlandia sistem pendidikan dibangun dengan prinsip “Pendidikan Untuk Semua” sehingga semua warganegara harus didorong untuk mengasah otak dan keterampilan di lembaga pendidikan yang disediakan secara gratis serta berkompetisi dengan perlakuan sama tidak diskriminatif dan membeda-bedakan antar siswa pandai dan yang kurang. Pemerintah telah menyiapkan program-program untuk dunia kerja seperti program teknologi komunikasi dan informasi bagi warganya sebagai keterampilan tambahan. Memang sekilas gambaran sistem pendidikan di atas tentu jauh berbeda dengan negara kita Indonesia, dimana negara Finlandia ditopang oleh hasil hutan dan pertanian yang berbasis teknologi maju (modern). Sementara dunia pendidikan Indonesia yang setiap tahun disibukkan oleh urusan ujian nasional yang belum sejajar membawa negeri ini bersaing di tingkat Asia apalagi Dunia. Semoga apa yang kita oles bisa memberikan sedikit gambaran pendidikan Indonesia kini
Maraknya pengumuman hasil ujian akhir nasional (UAN), protes, pro-kontra pelaksanaannya, serta besarnya jumlah peserta yang gagal selayaknya menggugah kita untuk memacu peningkatan mutu pendidikan. Terlebih lagi di era global ketika pertukaran tenaga kerja dan tenaga ahli manca-negara seharusnya menjadi ancaman terhadap sumber daya manusia Indonesia.
Finlandia sejauh ini terkenal sebagai negara yang sangat sukses mengelola pendidikan. Dalam beberapa tahun teakhir, pendidikan di negara itu diakui sebagai yang terbaik di dunia. Negara yang terletak di kawasan Skandinavia itu mampu mengintegrasikan dunia pendidikan, riset dan industri. Dengan mengintegrasikan dunia pendidikan, riset dan industri, tingkat kemunculan inovasi menjadi tinggi. Finlandia pun mampu bersaing di tingkat global. Laporan tahunan Forum Ekonomi Dunia tahun 2004 menempatkan Finlandia pada urutan teratas negara yang perekonomiannya paling kompetitif di dunia. Dan tiga tahun ini, Finlandia selalu masuk dalam 10 besar. Tak mengeharankan, negara dengan penduduk sebanayk 5,2 juta jiwa (UN, 2005) ini pendapatan per kapitanya mencapai USD 37.460 (Bank Dunia, 2006) atau sekitar Rp. 342 juta per tahun.
Di bidang pendidikan pemerintah Finlandia tidak menerapkan sistem ranking. Mereka tidak menerapkan diskriminasi pada siswa yang pandai dan kurang pandai. Alhasil, di Finlandia tidak ada siswa yang tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah. Sedangkan untuk mengevaluasi pendidikannya, pemerintah Finlandia menggelar ujian nasional. Namun, ujian ini tidak diikuti semua siswa dan tidak untuk semua mata pelajaran. Peserta ujian ini dipilih secara acak. Hasilnya hanya digunakan untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang ada, bukan untuk menentukan kelulusan. Urusan kelulusan sepeuhnya diserahkan kepada pihak sekolah.
Dengan sistem pendidikan seperti itu, Finlandia mampu bersaing di tingkat global. Berdasarkan hasil survey komprehensif pendidikan dunia tahun 2003, siswa-siswa Finlandia menempati urutan nomer satu untuk tes matematika, sains dan bahasa.

Sekolah Gratis Bukan Mimpi

1.Torpparinmaki Comprehensive School adalah sebuah sekolah yang terletak di pinggiran ibu kota Helsinki.
2.Proses belajar-mengajar di sekolah ini memberikan pendidikan dasar kelas I hingga IX. Bangunan sekolah itu tidak mewah. Bentuknya bahkan lebih mirip gudang atau gedung olahraga bulu tangkis. Namun, ini adalah salah satu sekolah yang berkualitas tinggi di Finlandia.
3.Di sekolah ini tercatat 420 siswa yang terdiri dari 380 murid umum dan 40 murid yang perlu mendapat perlakuan khusus. "Murid khusus" ini adalah murid yang memiliki masalah sehingga perlu diberi perlakuan khusus. Ada yang sulit belajar atau stress karena ora tua mereka bercerai. Para murid khusus ini biasanya ditangani oleh guru konseling. Jika kasusnya agak berat, mereka akan ditangani psikolog. Murid khusus yang sudah bisa mengatasi masalahnya akan bergabung lagi d kelas umum.
4.Sulit membedakan mana yang tergolong murid khusus dan mana yang bukan. Pasalnya, para murid khusus ini tidak dipisahkan dari murid lainnya ketika belajar. Hal ini dilakukan untuk memisahkan mereka untuk menghindari stigma negatif.
5.Di sekolah itu terdapat 30 guru yang mengajar penuh dan 20 anggota staf sekolah. Di luar itu, ada beberapa relawan yang membantu proses belajar-mengajar di sekolah tersebut. Sebelum bergabung di sekolah itu, para guru harus melalui proses penyaringan yang sangat ketat. Hanya lulusan terbaik yang bisa menjadi guru. Kualitas guru memang menjadi faktor utama keberhasilan sistem pendidikan di Finlandia.
6.Suasana belajar di sekolah itu secara umum tampak berbeda dengan suasana belajar sekolah di Indonesia. Di Torpparinmaki, proses belajar-mengajar tidak dilakukan di kelas-kelas besar seperti di Indonesia. Murid tampak belajar di mana saja di hampir semua sudut sekolah. Murid kelas I hingga kelas IX bisa saja belajar di tempat yang sama dengan mata pelajaran berbeda-beda. Di sebuah ruangan yang lebih mirip selasar, 10 murid dengan tekun belajar dengan menggunakan komputer. Ada yang belajar mengarang, matematika, desain, dan belajar bahasa Inggris, Swedia, atau Bahasa Jerman. Di aula ada beberapa anak yang belajar melukis.
7.Sistem pendidikan di Finlandia memang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Siswa yang tertinggal di mata pelajaran tertentu, misalnya, akan mendapatkan kelas ekstra. "Kami memberi ketentuan, untuk kelas VIII, misalnya, siswa harus memiliki kemampuan matematika hingga tingkat tertentu. Jika siswa membutuhkan, akan disediakan kelas ekstra.
hingga kelas IV siswa tidak diberi penilaian angka atau skor. Penilaian lebih bersifat kualitatif. Mulai kelas V, barulah murid diberi penilaian dengan skor. "Buat kami, angka tidak terlalu penting. Apalah arti angka V atau IX dalam sebuah tes. Yang penting bagi kami adalah siswa pada akhirnya menguai materi pelajaran.
8. Untuk jangka waktu tertentu, guru akan mengevaluasi hasil pembelajaran di konferensi guru. Pada kesempatan ini, guru akan membahas kekurangan dan kelebihan metode belajar yang berlangsung di sekolah. Evaluasi ini tidak ada kaitannya dengan naik tidaknya siswa ke kelas lebih tinggi, sebab di Finlandia tidak ada siswa yang tinggal kelas.
Kebijakan tidak menaikkan siswa itu kami anggap tidak baik. Ini akan mengganggu kepercayaan diri siswa.
9.Pemerintah sendiri mengukur kualitas pendidikan dengan ujian nasional (UN). Namun, UN tidak digelar setiap tahun untuk setiap mata pelajaran. Tes bahasa Inggris, misalnya, hanya dilakukan di kelas V dan IX.
10.Ujian ini juga tidak diikuti oleh semua siswa. Pemerintah akan menentukan peserta dengan cara random di kelompok siswa cerdas, menengah, dan kurang. Hasil ujian ini digunakan untuk bahan evaluasi, bukan untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan siswa seperti di Indonesia.
11.Siswa yang menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun kemudian meneruskan pendidikan ke sekolah menengah setingkat SMA. Setelah itu, siswa bisa mengikuti ujian masuk universitas atau politeknik.
Semua Gratis
1.Kesempatan makan siang bersama ratusan siswa Torpparinmaki dengan berbagai menu makan siang yang bergizi tersedia, mulai dari susu, roti, pasta, ikan asap, dan sup. Semua itu disediakan sekolah secara gratis. Biaya pendidikan di Finlandia seluruhnya gratis, mulai pendidikan dasar hingga universitas. Pemerintah bahkan menyediakan bus jemputan untuk murid sekolah dasar. Jika tidak ada bus jemputan, pemerintah memberikan subsidi uang transportasi untuk siswa.
2.Di luar itu, pemerintah menyediakan buku-buku dan perpustakaan lengkap. Kasarnya, murid di Finlandia tinggal datang ke sekolah untuk belajar tanpa memikirkan biaya untuk makan siang, ongkos, dan buku.
3.Pemerintah menyediakan anggaran 5.200 euro atau sekitar Rp 70 juta untuk setiap siswa per tahun. Leo Pahkin, konselor pendidikan dari Badan Pendidikan Nasional Finlandia, menyebutkan, setiap tahun ada sekitar 52.000 murid pendidikan dasar. Dengan demikian, anggaran yang disediakan pemerintah untuk murid pendidikan dasar mencapai Rp 3,64 triliun per tahun.
ANALISA DAN KOMENTAR
Prinsip yang dianut dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia tertuang dalam UU Sisdiknas pasal 4 ayat 1 sampai 6. Namun pasal-pasal selanjutnya dalam UU Sisdiknas sendiri ternyata memperlakukan peserta didik dengan cara yang sangat diskriminatif, sebagaimana pasal 5 ayat 2 hingga 4, yang menyatakan bahwa hanya warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, atau tinggal di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, serta warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus, yang mekanismenya tidak dipaparkan dengan jelas bahkan tanpa PP turunan. Landasan hukum inilah yang akhirnya menjadi dasar bagi sekolah-sekolah untuk mengadakan kelas unggulan yang berisi peserta didik yang dianggap oleh sekolah memiliki tingkat intelektual yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Peserta didik di kelas unggulan biasanya mendapatkan fasilitas lebih, berupa tambahan mata pelajaran intensif dan juga tenaga pendidik dengan kapasitas lebih. Perlakuan khusus yang dapat diterjemahkan sebagai pendidikan khusus ini menimbulkan kecemburuan sosial diantara peserta didik karena persaingan tidak sehat yang diciptakan oleh sekolah. Terlebih lagi kemunculan label sekolah favorit dan sekolah tidak favorit, label SSN dan SBI, yang telah mengkotak-kotakkan level sekolah sehingga juga memunculkan persaingan yang tidak sehat diantara masing-masing sekolah yang tentu saja akan berimplikasi negatif pada peserta didik.
1.Sistem pendidikan di Indonesia seolah hanya berkutat pada kontroversi mengenai UN.
2.Sedangkan Finlandia membuktikan tanpa UN dengan system pendidikannya berhasil menempati urutan satu di dunia.
3.Sistem pendidikan Finlandia tidak mengkotak-kotakkan peserta didik seperti di Indonesia.
4.Tidak ada diskriminasi peserta didik yang didasarkan atas tingkat intelektualitas mereka. Peserta didik hanya dikategorikan menjadi dua, peserta didik yang cepat belajar dan lambat belajar. Peserta didik yang lambat belajar mendapatkan bimbingan belajar yang lebih intensif. Namun bagi peserta didik lainnya juga disediakan kelas tambahan bila mereka ingin mengikuti kelas tambahan secara sukarela. Bahkan diskriminasi juga tidak terjadi pada peserta didik yang memiliki kasus psikologis khusus ataupun lemah mental.
5.Tersedia kelas khusus bagi mereka tapi kelas tersebut tidak dihuni selamanya oleh peserta didik yang bermasalah tersebut, sebab mereka akan dikembalikan pada teman-teman sekelasnya bila dirasa mereka sudah cukup siap. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan agar tidak timbul stigma negatif yang dapat mengganggu rasa percaya diri peserta didik sehingga mereka terhambat untuk berprestasi. Hasilnya, Finlandia juga menjadi negara dengan berpredikat terbaik untuk pendidikan peserta didik yang lemah mental ataupun dengan kasus psikologis khusus sebab prestasi mereka ternyata tidak jauh berbeda dengan peserta didik yang normal.
Sebagaimana tergambar dalam prinsip-prinsip penyelenggaraan sistem pendidikan Finlandia, negara ini menganut prinsip pendidikan humanis. Humanis berasal dari kata humanus yang merupakan kata sifat dari homo yang berarti manusia. Pendidikan humanis tersebut didefinisikan sebagai keseluruhan unsur dalam pendidikan yang mencerminkan keutuhan manusia dan membantu agar manusia menjadi lebih manusiawi dengan tiga prinsip sebagai berikut:
1.Dalam proses pendidikan, pengembangan hati dan pikiran harus berjalan secara bersama-sama;
2.Peserta didik harus diberi kesempatan untuk berkenalan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang abadi dan universal;
3.Dalam pendidikan harus ada kerjasama erat antara peserta didik dan pendidik, juga antara teori dan praktek.
Sebenarnya konsep humanizing human through education tersebut telah lama dikemukakan oleh banyak pakar pendidikan humanis sejak berabad-abad lalu. Tidak sejalan dengan konsep tabularasa yang pernah dikemukakan oleh John Locke dan bertentangan dengan Schopenhauer, melainkan lebih mengarah pada aliran konvergensi yang dianut oleh Al-Ghazali dan juga William Stern. Pandangan konvergensi tersebut mengemukakan bahwa manusia memang sejak lahir sudah membawa potensi dan bakat. Namun potensi dan bakat tersebut tidak akan berkembang dengan sendirinya secara maksimal tanpa dibantu dengan proses pendidikan. Intinya, pendidikan humanis dapat dipahami sebagai model pendidikan yang memuliakan manusia atas potensi-potensi kemanusiaan yang sudah ada dalam dirinya. Pada model pendidikan ini, manusia dipandang sebagai subyek yang otonom, sehingga pendidikan harus berpusat pada peserta didik dan bukan pada pendidik. Selama tujuan pendidikan adalah untuk mengenalkan peserta didik terhadap realitas yang ada di sekitarnya dan menyadarkan mereka akan proses dehumanisasi yang terjadi atasnya, maka peserta didik tidak lagi dijejali dengan hapalan teori melainkan dengan membawa mereka pada realitas itu sendiri, melalui integrasi antara teori dengan praktek.
Finlandia menerjemahkan prinsip humanis dengan memberikan kesempatan yang sama pada seluruh anak yang berusia 7 tahun untuk mulai mengenyam bangku pendidikan dasar. Anak laki-laki maupun perempuan, dari keluarga dengan latar belakang ekonomi rendah hingga tinggi, anak imigran maupun penduduk asli, semuanya berkesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah dasar Finlandia tanpa dipungut biaya sepeser pun. Bahkan anak-anak lemah mental maupun dengan kasus psikologis khusus juga memiliki kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya.
Kurikulum Pendidikan Dasar
1.Di Finlandia, mata pelajaran inti dan distribusi jam mata pelajaran dalam silabus pendidikan dasar ditetapkan melalui regulasi. Mata pelajaran inti yang diajarkan di sekolah-sekolah dasar Finlandia adalah bahasa ibu (bahasa Finlandia atau Swedia) dan sastra; bahasa resmi lainnya; satu bahasa asing seperti bahasa Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia; pendidikan lingkungan; pendidikan kesehatan; pendidikan agama atau etika; ilmu sejarah, ilmu sosial, matematika, fisika, kimia, biologi, geografi, psikologi, musik, seni dan kerajinan, serta ilmu ekonomi rumah tangga.
2.Sementara di Indonesia, kurikulum pendidikan dasar secara umum memuat pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga; keterampilan atau kejuruan; dan muatan lokal.
3.Perbedaan yang sangat terlihat dari kedua kurikulum tersebut adalah bahwa Finlandia lebih banyak menekankan penguasaan bahasa dan sastra termasuk bahasa asing pada peserta didiknya. Selain fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, tentu saja penguasaan bahasa dan sastra menjadi sangat penting kedudukannya sebagaimana keberadaan bahasa dalam struktur ilmu sebagai basis yang harus dikuasai peserta didik selain matematika tentunya.
4.The National Board of Education adalah dewan yang menerbitkan kurikulum inti secara nasional. Mereka menyusun tujuan dan materi utama kurikulum pendidikan dasar yang berfungsi sebagai guideline bagi sekolah. Namun, pemerintah lokal dan sekolah dapat melakukan penyesuaian terhadap mata pelajaran yang akan diajarkan, berbasis pada kebutuhan peserta didik. Bahkan orang tua peserta didik juga diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyusunan kurikulum sekolah dan juga tujuan pendidikannya.
5.Indonesia selintas memang menerapkan sistem yang hampir serupa. Acuan kurikulum pendidikan nasional dibuat oleh Depdiknas dan pengembangannya diserahkan pada masing-masing sekolah sebagaimana KTSP diimplementasikan. Namun pada prakteknya, tidak semua pendidik memiliki kompetensi untuk mengembangkan KTSP sebab sudah terbiasa dengan pola kurikulum yang sentralistis.
6.Dalam proses pembelajaran, peserta didik di Finlandia tidak dipaksa pendidik untuk mencapai target tertentu. Pendidik hanya memberi tahu mereka tentang nilai-nilai yang dapat dicapai oleh peserta didik bila mereka memenuhi taraf tertentu. Target pembelajaran dibuat sendiri oleh peserta didik dengan bantuan orang tua peserta didik. Sistem pendidikan Finlandia memahami belajar sebagai proses bertahap yang tidak bisa dipaksakan apalagi diberi target waktu pencapaian. Sehingga, Finlandia yang tidak mengenal adanya sistem ‘tinggal kelas’ ini memberikan kesempatan pada peserta didik usia sekolah dasar (kelas 1-9) untuk berada di sekolah hingga 10 tahun lamanya dan bagi peserta didik usia sekolah menengah (kelas 10-12) hingga 4 tahun.
7.Sementara yang terjadi di Indonesia sangat jauh bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Finlandia. Sistem pendidikan di Indonesia mengenal adanya ‘tinggal kelas’ bagi peserta didik yang nilainya kurang sehingga dianggap tidak patut untuk melanjutkan ke kelas yang berikutnya. Finlandia memandang sistem seperti ini akan mengganggu rasa percaya diri peserta didik sehingga menghambat mereka untuk berprestasi. Namun yang terutama, sistem ‘tinggal kelas’ ini sangat dehumanis sebab tidak menghargai keunikan peserta didik sebagai individu yang memiliki kecepatan belajar berbeda-beda satu sama lain. Bahkan tidak sedikit jumlah peserta didik asal Indonesia yang mengakhiri hidupnya hanya karena mereka ‘tinggal kelas’.
8.Finlandia juga tidak mengenal rangking sebagaimana Indonesia yang selalu merangking peserta didiknya dalam rapot penilaian akhir semester atau akhir tahun. Sebab peringkat atau nilai dianggap tidak penting oleh pendidik, yang penting adalah bagaimana peserta didik dapat menguasai materi pelajaran.
9.Beban belajar peserta didik di Finlandia hanya 190 hari belajar per tahun sementara di Indonesia mencapai hampir 230 hari per tahun. Tiap minggunya, peserta didik belajar hampir 40 jam. Namun beban belajar yang tinggi tersebut tidak hanya dialami oleh peserta didik asal Indonesia, namun juga peserta didik yang negaranya sangat ingin mengejar kemajuan secara kompetitif. Akibatnya, peserta didik menjadi stres dan bahkan banyak yang mengalami school phobia.
10.Sebagaimana prinsip pendidikan humanis, kurikulum Finlandia mengedepankan integrasi antara teori dan praktek, terutama dalam pelajaran sains sehingga peserta didik dapat belajar banyak mengenai problem solving. Tidak seperti peserta didik di Indonesia yang rata-rata lebih banyak dijejali dengan hapalan teori yang sangat minim dengan praktek.
11.Pendidik di Finlandia tidak menyampaikan pengetahuan pada peserta didik dengan metode ceramah seperti yang masih terjadi pada kebanyakan pendidik di negeri ini. Peserta didik mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Pendidik menjadi fasilitator tempat mereka bertanya bila mereka menemui kesulitan. Di Indonesia, dialog interaktif antara pendidik dan peserta didik rata-rata hanya terjadi bila pendidik memberikan kesempatan pada peserta didik, itupun di akhir ceramahnya saat jam pelajaran sudah nyaris berakhir.
12.Di Finlandia, peserta didik tidak hanya belajar dengan bimbingan pendidik di kelas namun bebas belajar dimana saja sehingga suasana kegiatan belajar mengajar menjadi sangat fleksibel dan lebih nyaman. Bahkan penjaga sekolah hingga kepala sekolah pun juga ikut andil dalam kegiatan belajar mengajar. Peserta didik bahkan juga dilibatkan untuk membantu menyiapkan makanan di dapur sekolah sebagai sarana interaksi mereka dengan orang-orang yang lebih dewasa.
13.Hampir serupa dengan di Indonesia, pendidik yang mengajar kelas 1-6 adalah guru kelas sementara pendidik untuk kelas 7-9 adalah guru mata pelajaran. Bedanya, sistem unifikasi menyebabkan pendidikan dasar di Finlandia tidak terpisah-pisah antara sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama sebagaimana terjadi di Indonesia.
Sarana Pendidikan
1.Kualitas pendidikan tidak dapat direfleksikan oleh kualitas fisik bangunan sekolah. Hal inilah yang ingin dibuktikan oleh Finlandia. Salah satu sekolah berkualitas tinggi di Finlandia bangunannya malah lebih mirip dengan gudang atau gedung olahraga bulutangkis. Peserta didik tidak belajar di kelas-kelas sebab mereka diperbolehkan belajar di sudut ruangan manapun dengan mempelajari mata pelajaran apapun. Peserta didik dengan kelas berapapun bahkan belajar di ruangan yang sama dengan mata pelajaran yang berbeda-beda. Bahkan bila mereka merasa penat, maka pendidik pun memperkenankan mereka untuk bermain.
2.Sementara itu, proses belajar mengajar di Indonesia hampir seluruhnya diadakan di dalam kelas, peserta didik duduk manis di bangkunya dan pendidik berceramah di depan kelas.
3.Pemerintah Finlandia mewajibkan setiap sekolah untuk menyediakan fasilitas bimbingan konseling bagi peserta didiknya. Mereka memberi perhatian yang luar biasa besarnya pada peserta didik yang memiliki gangguan psikologis dan lemah mental dengan cara memberi mereka bantuan dengan segera.
4.Di Indonesia, pada umumnya sekolah umum tidak mau direpotkan dengan keberadaan peserta didik yang berkebutuhan khusus sehingga keberadaan mereka diisolasi dalam sekolah-sekolah luar biasa. Sementara fasilitas bimbingan konseling yang ada di sekolah-sekolah Indonesia pun jumlah konselornya tidak sebanding dengan jumlah peserta didik di masing-masing sekolah sehingga efektifitasnya belum terjamin.
5.Pemerintah Finlandia juga percaya bahwa asupan gizi yang baik akan mempengaruhi kecerdasan peserta didik. Sehingga setiap peserta didik mendapatkan makan siang gratis dari sekolah setiap harinya. Makanan yang disediakan adalah makanan dengan menu bergizi bergizi tinggi.
6.Sekolah-sekolah di Indonesia yang mayoritas tidak menyediakan fasilitas tersebut secara cuma-cuma.
7.Tidak cukup sampai disitu saja, setiap peserta didik bahkan mendapatkan fasilitas bus antar jemput gratis, bahkan peserta didik yang jarak rumahnya dengan sekolah lebih dari 5 km diberikan uang pengganti transportasi.
8.Di Indonesia, fasilitas bus sekolah pernah disediakan di ibukota, namun hanya beberapa bulan saja berjalan karena pendanaannya macet. Di daerah pelosok yang terpencil, peserta didik bahkan harus menempuh belasan kilometer untuk mencapai sekolah dengan berjalan kaki melewati sungai dan hutan rimba.
9.Masalah buku teks pelajaran juga tidak perlu dikhawatirkan oleh peserta didik sebab mereka juga tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk membeli buku-buku teks pelajaran sebab semuanya telah disediakan oleh sekolah. Terlebih lagi jaringan perpustakaan umum di Finlandia sangatlah lengkap sehingga menunjang warga Finlandia menjadi warga yang memiliki budaya membaca sangat tinggi ini.
10.Di Indonesia, pengadaan perbukuan selalu menjadi proyek yang sering disalahgunakan oleh oknum birokrasi pendidikan bahkan dana BOS buku saja dikorupsi. Harga buku menjadi tidak terjangkau oleh sebagian besar kalangan, belum lagi berbagai ‘paksaan’ dan pungutan liar dari pihak sekolah dan penerbit dalam bisnis perbukuan. Budaya membaca warga Indonesia tergolong rendah, penyebabnya bukan karena mereka tidak suka membaca, namun karena harga buku tidak terjangkau oleh mereka.
11.Sekolah juga diperkenankan oleh pemerintah untuk menyediakan kegiatan tambahan pada peserta didik yang dilakukan pada pagi hari maupun sore hari pada jenjang pendidikan dasar secara sukarela. Semisal fasilitas playground untuk peserta didik yang tidak hanya dapat digunakan pada saat jam sekolah namun juga setelah jam sekolah usai. Sebab rata-rata jam sekolah telah berakhir pada tengah hari sementara para orang tua peserta didik baru pulang kerja setelah sore hari sehingga sekolah menyediakan taman bermain tersebut agar anak-anak dapat bermain bersama teman-teman sebayanya daripada menghabiskan waktu di rumah sendirian. Begitu besarnya perhatian sekolah hingga mereka juga disediakan makanan dan minuman selama berada di tempat tersebut.
12.Di Indonesia, fasilitas day care dan playground tidak pernah gratis, ada harga yang harus dibayar oleh orang tua peserta didik. Peserta didik yang orang tuanya berada pada golongan ekonomi menengah keatas lebih memilih fasilitas ekstrakurikuler berupa les musik atau olahraga, sehingga waktu mereka untuk bermain menjadi berkurang. Sementara itu, Indonesia masih disibukkan dengan masalah banyaknya anak yang masih buta aksara, masalah pekerja anak, traficking, dana masalah-masalah lainnya.
13.Perhatian pemerintah Finlandia yang sangat besar dalam pendidikan generasi penerus bangsa tersebut sangat berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia. Sebab hanya peserta didik yang memiliki orang tua dengan penghasilan tinggi saja yang dapat menikmati sekolah-sekolah seperti di Finlandia.
14.Di Indonesia, sekolah berkualitas tinggi identik dengan sekolah ber-SPP mahal yang bangunannya super mewah dan fasilitasnya super canggih sehingga tidak semua kalangan dapat mengaksesnya. Bahkan untuk sekolah dengan kualitas yang biasa-biasa saja, orang tua pendidik masih harus dibebani biaya SPP, uang gedung, maupun pungutan-pungutan liar lainnya yang dilakukan oleh pihak sekolah.
15.Finlandia telah berhasil meminimalkan tingkat pengangguran di negeri mereka.
16.Indonesia yang memiliki tingkat pengangguran yang selalu meningkat setiap tahunnya.
17.Kreatifitas para lulusan sekolah-sekolah di Finlandia juga sudah terbukti secara internasional dengan keberhasilan Nokia yang selalu menginovasi produknya dalam hitungan waktu yang sangat singkat. Namun demikian, sistem pendidikan Finlandia tidak hanya mencetak ‘buruh’ saja melainkan juga mencetak tenaga ahli yang selalu melakukan riset secara terus menerus. Sistem pendidikan yang diaplikasikan oleh negara maju dengan pendapatan perkapita penduduknya yang sangat tinggi ini sudah terbukti berhasil mengoptimalkan prestasi belajar peserta didik mereka hingga meraih predikat terbaik sedunia.
18.Perbedaan antara sistem pendidikan Finlandia dengan sistem pendidikan Indonesia amatlah mencolok.
19.Bila Finlandia menganut prinsip pendidikan humanis, maka Indonesia nampak sekali menganut prinsip behavioristik yang sangat dehumanis dalam sistem pendidikannya.
20.Namun demikian, sistem pendidikan Finlandia tersebut telah terbukti memberikan dampak positif terhadap optimalisasi prestasi peserta didik.
21.Sementara sistem pendidikan Indonesia belum memperlihatkan bahwa sistem tersebut dapat menunjang optimalisasi prestasi peserta didik baik secara nasional maupun internasional. Namun bila penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia mau lebih banyak belajar dari sistem pendidikan Finlandia, bukannya tidak mungkin bila lambat laun Indonesia yang kaya dengan potensi SDM dan SDA ini dapat segera bangkit dari krisis yang sedang melanda negeri ini.

UN dan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan

By Sarbaitinil


Upaya peningkatan mutu pendidikan pada setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah. Penetapan delapan standar nasional pendidikan yakni: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan (PP. No. 19 Tahun 2005) adalah bukti konkrit kemauan kuat pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya meningkatkan mutu pendidikan meliputi aspek input, proses, dan output pendidikan. Hakekat standar nasional pendidikan itu adalah arah dan sekaligus tujuan penyelenggaraan pendidikan bahkan menjadi acuan sekaligus kriteria dalam menetapkan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu standar yang dinilai paling langsung berkaitan dengan mutu kriteria menetapkan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan adalah standar penilaian. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2007 telah mengatur standar penilaian pendidikan di sekolah baik SD, SMP, SMA, dan yang sederajat. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik. Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik. Kegiatan ujian sekolah /madrasah dilakukan dengan langkah-langkah: (a) menyusun kisi-kisi ujian, (b) mengembangkan instrumen, (c) melaksanakan ujian, (d) mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah, dan (e) melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian.
Dalam memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran, guru melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester,(2) mengembangkan indikator pencapaian KD (kompetensi dasar) dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran, (3) mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih,(4) melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan, (5) mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik, (6) mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik, (7) memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran, (8) melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh, dan (9) melaporkan hasil penilaian akhlak kepada Guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada Guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.
Prosedur penilaian yang dilakukan setiap satuan pendidikan atau sekolah meliputi: (1) Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan,dan pemerintah, (2) Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (3) Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan, (4) Penilaian hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada UN dan aspek kognitif dan/atau aspek psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/madrasah untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan, (5) Penilaian akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik, (6) Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah/madrasah, (7) Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah: (a) menyusun kisi-kisi ujian, (b) mengembangkan instrumen, (c) melaksanakan ujian, (d) mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah, dan (e) melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian, (8) Penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan, (9) Penilaian kepribadian, yang merupakan perwujudan kesadaran dan tanggung jawab sebagai warga masyarakat dan warganegara yang baik sesuai dengan norma dan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, adalah bagian dari penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan, (10) Penilaian mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang relevan, (11) Keikutsertaan dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang ditandatangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah/madrasah, (12) Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi, (13) Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran, disertai dengan deskripsi kemajuan belajar, (14) Kegiatan penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui UN dengan langkah-langkah yang diatur dalam Prosedur Operasi Standar (POS) UN, (15) UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bekerjasama dengan instansi terkait, (16) Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya, (17) Hasil analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan sertapembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Pada prinsipnya, pendidikan berorientasi pada penguasaan keilmuan dan implementasinya terukur pada kepribadian yang baik, kokoh dan bertanggung jawab. Konteks tersebut mengacu koridor Kemanusiaan yang adil dan beradab. Belakangan terasa kian luntur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Padahal akar budaya yang sudah mapan semestinya diberi penguatan (reinforcement) bukan mengganti dan mengubah dengan tatanan budaya baru yang belum tentu ccocok. Konteks kehidupan sekarang mengarah kepada prinsip individualis yang bermuara kepada neoliberalis. Tidak terasa akar budaya pribumi mulai tercabut dari tanah air.
Situasi dan kondisi tersebut dapat membuat syndrome paranoid orang-orang yang masih concern mempertahankan akar budaya pribumi. Bukan berarti harus mendewakan konsep Pancasila. Tidak pula menganggap Pancasila sebagai Kitab Suci. Tetapi tidak ada salahnya kita tetap berpijak pada bumi pertiwi secara totallity. Jangan sampai kaki berpijak di bumi Indonesia badan melayang di Hollywood dan kepala bertengger di Paris. Ini kan lelucon yang sama sekali tidak lucu.
Problem utama terletak pada apakah semua perundangan, ketentuan dan peraturan di bawah UUD 1945 yang sekarang diusulkan diamandemen lagi, sudah sinergi, sejalan dan tidak bertentangan dengan Pancasila? Karena lebih mengutamakan konsep kebebasan individu yang jelas tidak sesuai dengan prinsip Pancasila. Contoh kongkrit terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh petinggi negara dengan terbitnya PP No. 37 Tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Pada hakekatnya ternyata bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Fenomena tersebut sebenarnya berpijak pada prinsip neoliberalisme, yang lebih mementingkan penguatan individu, kelompok dan pemilik kekuasaan. Kontrol sosial kurang diperhatikan, bahkan sama sekali terabaikan. Kalau hal itu yang terjadi dan terus berkembang, bukan tidak mungkin masa depan bangsa dan negara dipertaruhkan demi eksistensi para penguasa, yang sudah mempunyai jaringan kuat secara politik, ekonomi, modal dan pendidikan. Tidak peduli terhadap pecundang, yakni rakyat yang kalah dalam politik, miskin, lemah dan bodoh. Seleksi alam tidak dapat berjalan secara alamiah, tetapi lebih dominan ke prinsip hukum rimba.
Sinergi dengan fenomena tersebut, pada masalah Ujian Nasional (UN) 2010 yang mensyaratkan berbagai aturan seperti yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, yang diberlakukan pada Ujian Nasional 2010 makin menambah beban para pecundang. Pada prinsipnya aturan yang diberlakukan dalam Ujian Nasional 2010 hanya cocok untuk peserta didik yang sudah mapan, kuat secara finansial, intelektual, dekat kepada multimedia dan berada di perkotaan. Mereka yang lemah secara ekonomi, kurang pandai, jauh dari alat komunikasi dan berada di pelosok dan terpencil, sudah barang tentu sangat berat kalau harus berhasil dalam Ujian Nasional 2010
Ujian Nasional hanya menguji aspek kognitif sesaat. Peserta didik yang mempunyai kemampuan intelegensi kurang pasti kalah dengan peserta didik dengan intelegensi baik. Apakah sistem seleksi seperti ini sejalan dengan prinsip seleksi alam? Atau bahkan bila dibandingkan dengan sistem seleksi multiple intelligence? Apa urgensinya Pemerintah mengeluarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004) yang disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006). Padahal dalam Kurikulum tersebut digariskan secara eksplisit bahwa evaluasi pendidikan dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek. Minimum tiga ranah utama Taksonomi Bloom yakni ranah afektif, ranah kognitif dan ranah psikomotorik.
Selama ini hanya ujian akhir sekolah saja yang telah melaksanakan evaluasi pendidikan mencakup tiga ranah Taksonomi Bloom. Terlepas dari kualitas soal ujian yang kurang baik, bahwa hasil ujian akhir sekolah cenderung berhasil meluluskan hampir 100 persen peserta didik. Dalam hal ini lebih tepat sasaran bila para guru yang berkompeten membuat soal ujian dapat melaksanakan analisis soal ujian lebih detail. Apakah soal ujian sudah memenuhi kriteria minimum validitas, reliabilitas, daya pembeda dan penyebaran materi secara proporsional. Pemerintah harus mendukung dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan yang memadai bagi semua guru secara berkesinambungan.
Tanpa itikad baik dari Pemerintah untuk mengembangkan kompetensi guru secara merata, kualitas pendidikan pasti akan selalu timpang. Berbagai peraturan perundangan yang telah terbit dan berjalan seperti telah dibentuk dan dikeluarkan Standar Nasional Pendidikan Dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) disebutkan bahwa ”Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan nasional di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Standar inilah harus dicapai dalam pelaksanaan urusan pemerintahan bidang pendidikan. Adalah menjadi kewajiban pemerintah (pusat dan daerah) untuk memenuhi standar tersebut. Kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pendidikan di tanah air harus mengarah kepada tercapainya standar minimal tersebut. Akan lebih bagus jika ada pembagian tugas yang jelas tentang usaha pencapaian standar nasional tersebut. Sebagai misal, usaha pencapaian standar minimal sepenuhnya menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah, sedang usaha penyelenggaraan pendidikan melebihi standar minimal menjadi kewajiban masyarakat, karena kita sama sekali tidak dilarang untuk mengusahakan urusan pendidikan melebihi dari standar minimal tersebut. Usaha penyelenggaraan pendidikan yang melebihi standar diusahakan oleh masyarakat, termasuk Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI), dengan mengikuti model-model lembaga pendidikan yang telah dibangun oleh pemerintah (pusat dan daerah), seperti Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sebagaimana diamanatkan dalam PP tersebut.
Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tersebut adalah:
1.Standar isi;
2.Standar proses;
3.Standar kompetensi lulusan;
4.Standar pendidi dan tenaga kependidikan;
5.Standar sarana dan prasarana;
6.Standar pengelolaan;
7.Standar pembiayaan; dan
8.Standar penilaian pendidikan.
Kedelapan standar nasional pendidikan tersebut bahkan kini telah diterbitkan Permendiknasnya, misalnya Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, dan permendiknas yang lain, tetapi tidak berdaya apa-apa tanpa implementasi nyata. Bagaikan mainan yang dibuat dari kertas tanpa diberi mesin/penggerak atau digerakkan oleh manusia, semua peraturan hanya merupakan wacana belaka kalau tidak ditindaklanjuti dengan amal yang nyata. Siapapun tidak akan patuh kepada peraturan yang hanya tertulis di kertas, tidak pernah ada pelaksanaan nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sudah saatnya Pemerintah mempertimbangkan berbagai aspek. Bukan semata-mata dipukul rata peserta didik SMP dan SMA sederajat harus mengakhiri proses studinya dengan Ujian Nasional. Tidak peduli apakah siap atau tidak, layak atau tidak, sesuai atau tidak dengan kondisi ideal yang dipersyaratkan dalam keberhasilan Ujian Nasional. Sehingga Ujian Akhir semua jenjang pendidikan tidak harus ditandai dengan penyelenggaraan Ujian Nasional yang memakan dana besar.
Pemberlakuan Ujian Nasional bagi semua peserta didik SMP dan SMA sederajat, pada prinsipnya hanya sekedar legalitas mengejar kualitas secara instan. Prinsip tersebut justru berbuah simalakama. Sekolah dan madrasah yang merasa berkualitas rendah dan pinggiran tentu tidak akan tinggal diam. Meskipun berbagai instrumen disempurnakan, mulai pengawasan, tim independen, soal ganjil dan genap yang berbeda. Kalau misalnya setiap ruang ujian yang berisi 20 peserta disajikan pula 20 macam soal ujian berbeda sekalipun, kualitas pendidikan tidak serta merta merangkak naik.
Pengawas Ujian Nasional adalah guru, masih manusia yang punya hati dan perasaan. Kalau perlu dipasang kamera pengintai yang sangat akurat dengan ketajaman rekaman sangat presisi. Korektor menggunakan komputer buatan manusia yang diprogram oleh manusia pula. Celah-celah kemungkinan terjadinya kecurangan pasti akan dicari untuk dimanfaatkan oleh siapapun komponen yang terkait demi eksistensi lembaga pendidikan sebagai tempat tambatan mencari nafkah. Diperparah situasi dan kondisi yang makin tak menentu seperti sekarang. Fenomena di lapangan menunjukkan terjadinya ketimpangan-ketimpangan seperti guru membantu siswa dalam memecahkan soal-soal UN demi menjaga kredibilitas sekolah dengan jalan memberikan kunci jawaban. Permasalahan lain adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan hanya untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Disisi lain kriteria ini mengenyampingkan/mengabaikan nilai-nilai moral (kesusilaan) yang merupakan salah satu kunci kandungan dimensi kemanusiaan. Sebab standar penilaian ini dibuat oleh sekelompok individu yang dijadikan standar baku, standar baku inilah yang dilanjutkan sebagai patokan untuk menetapkan boleh tidaknya sesuatu hal dilakukan oleh individu, inilah yang disebut moral. Sedangkan kenyataannya guru “berperilaku” lain.
Cacing yang sangat lemah saja kalau terinjak akan memberontak, apalagi manusia yang memiliki hati, perasaan dan pikiran. Prinsip biologis peka terhadap rangsangan pasti akan berlaku. Demikian pula untuk berhasil dalam Ujian Nasional pasti akan merekayasa berbagai cara. Kalau dengan mengikuti les dan bimbingan belajar belum mendatangkan kepercayaan diri yang cukup, pasti akan melakukan trik senjata pamungkas berbuat curang. Karena sudah ada contoh penyelewengan oleh petinggi negara. Hal-hal seperti ini sebenarnya sunnatullah. Bukan hal yang aneh. Kecuali sistem pendidikan kita sudah mapan, mandiri dan berkualitas. Didukung oleh mentalitas sumber daya manusia yang handal, kesadaran yang tinggi dari masyarakat. Ceritanya pasti akan lain.
Demi implementasi sederhana Kemanusiaan yang adil dan beradab, sudah saatnya Ujian Akhir jenjang pendidikan dibuat stratifikasi yang manusiawi. Bagi peserta didik yang sudah berkualifikasi nasional dapat mendaftar menjadi peserta Ujian Nasional. Sedangkan peserta didik yang hanya siap diuji dengan kualifikasi tingkat provinsi, kabupaten/kota dan bahkan tingkat lokal, hanya berhak mengikuti Ujian Akhir sesuai kemampuannya.
Tanda lulus yang berupa Ijazah, Sertifikat dan sejenisnya juga beragam sesuai tingkat ujian yang diikutinya. Sehingga diterbitkan Ijazah Tingkat Nasional (SKHU), Provinsi (Ijazah). Prinsip tersebut bagi bangsa yang sedang didera multi krisis, bencana dan musibah seperti Indonesia tidak manusiawi.
Jadi kebijakan menyelenggarkan Ujian Nasional (UN) telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Sebab dalam PP tersebut dinyatakan UN dilaksanakan setelah memenuhi delapan standar, sementara hal yang dimaksud tersebut belum terpenuhi. Pelaksanaan UN hanya menghasilkan tanda lulus bagi peserta didik. Tanda itulah yang kemudian menjadi syarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Misalnya, tanda lulus siswa SMA, nantinya hanya digunakan untuk mendaftar ke perguruan tinggi karena siswa diterima tetap berdasarkan ujian masuk.
Selanjutnya pelaksanaan UN juga dapat mengancam hak anak didik untuk memperoleh wajib belajar sembilan tahun. Karena hak anak diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2002 pasal 48 tentang Perlindungan Anak. Pasal ini mewajibkan pemerintah menyelenggarkan pendidikan dasar selama sembilan tahun. UN juga berprotensi menghambat pelaksanaan wajib belajar karena memungkinkan adanya siswa yang tidak lulus bahkan banyak yang tidak lulus, kemungkinan itu menjadi kendala tersendiri bagi kelangsungan proses wajib belajar. Sebenarnya tidak boleh ada hambatan apapun untuk seorang anak duduk belajar sembilan tahun. Bukan berarti keluar SD kemudian tidak lulus, jadi tidak boleh melanjutkan sekolah. Ini sangat membahayakan program wajib belajar sembilan tahun. Pemerintah saat ini tampaknya tidak menghawatirkan ancaman terhadap proses wajib belajar. Padahal, peluang ketidaklulusan anak didik terbuka karena tingginya ketakutan mereka untuk menghadapi UN. Alternatif mengulang lewat paket-paket pendidikan, justru akan membuahkan persoalan baru.
Kalau SMA atau SMP mereka masuk paket C atau paket B. Kalau SD masuk paket A, itu sangat tidak manusiawi karena paket A dikhususkan bukan untuk usia mereka. Mereka bergaul, bercampur dengan orang yang tidak sebaya. Hak anak didik untuk berkembang secara optimal baik dari segi fisik, mental, maupun akhlak. Padahal, Pasal 1 Ayat (2) Undang-undang (UU) 23/2002 tentang Perlindungan Anak menjamin terpenuhinya hak-hak tersebut tanpa perlakuan diskriminasi. Setiap anak didik memiliki hak asasi untuk tumbuh sesuai bidang tertentu yang menjadi minat dan kemampuan mereka. Namun, sistem dalam UN menutup kesempatan itu. Anak didik tidak diberi hak untuk menetapkan pilihan atas bidang-bidang pelajaran tertentu secara bebas. Sebagian dari mereka ada yang pelajaran olah raganya bagus, tapi itu akhirnya terabaikan.

Selasa, 04 Mei 2010

UU Perlindungan Anak dan Fenomena Pendidik dalam Proses Pendidikan

Oleh : Sarbaitinil

Introduction
Pepatah guru seharusnya digugu dan ditiru nyaris kehilangan makna. Sederet peristiwa kekerasan yang dilakukan seorang guru terhadap murid dengan cara dipukul, ditampar, atau ditendang telah menjadi cerita sehari-hari di banyak sekolah di negeri ini yang dapat kita saksikan di tayangan audio visual belakangan ini. Peristiwa tersebut hanyalah puncak gunung es dari ratusan kejadian serupa yang dilakukan seorang guru terhadap anak di sekolah. Masih banyak kekerasan guru yang tak terungkap, karena orang tua tidak melaporkan kepada polisi, atau murid yang diperlakukan semena-mena itu memilih bungkam.
“Kurangnya sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002 di lingkungan sekolah dan minimnya pembinaan guru sejak awal penempatan ditengarai sebagai faktor pemicu kekerasan terhadap anak di sekolah”. Pendapat tersebut disampaikan pengamat permasalahan anak Giwo Rubianto Wiyogo, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo, dan pakar pendidikan Arief Rachman, menanggapi maraknya tindak kekerasan yang dilakukan guru kepada siswanya (peringatan hari PGRI di Jakarta, 25 Desember 2008). Selanjutnya juga dikatakan bahwa banyak guru tidak memahami ketentuan dan sangsi yang termuat dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002. Peristiwa itu akan menjadi pelajaran bagi PGRI untuk semakin memperkuat sosialisasi UU PA termasuk perlindungan guru kepada guru-guru dan komponen-komponen yang ada di sekolah yang biasa disebut satuan pendidikan.
Disamping itu, ini juga merupakan tugas dari Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan dan Dinas Pendidikan yang ada di seluruh Kabupaten dan Kota di Indonesia. Dinas Pendidikan ini jangan hanya menjadikan guru sebagai bagian dari aparat birokrasi. Pembinaan utama yang dilakukan tidak hanya sekedar pembinaan kompetensi profesionalisme dan metode pembelajaran melalui kebijakan sertifikasi guru.
Dalam tulisan ini akan dipaparkan bagaimana Undang-Undang Perlindungan Anak dapat membuat pendidik menyadari bahwa peserta didik bukanlah objek yang dapat diperlakukan semena-mena. Disatu sisi, gurupun menginginkan adanya Perlindungan terhadap Guru, yang sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No 14/2005 pasal 39. Namun dalam proses pembelajaran masih banyak kasus-kasus yang sangat kontradiktif dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia yang sesuai dengan Harkat Martabat Manusia dan Tujuan Pendidikan Nasional (UU Pendidikan No 20. Tahun 2007), yaitu :
”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Selanjutnya yang menjadi jantung permasalahan pendidikan kita adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Silberman dalam Willian F. O’neil (2008:8) bahwa:
Pada dasarnya , para guru, kepala sekolah dan para pemilik sekolah adalah orang-orang yang baik, cerdas dan peduli, yang mencoba untuk melakukan sebaik mungkin sebisa-bisanya. Andai mereka merusakkan pekerjaan mereka itu, dan sebagia besar dari mereka memang melakukannya, itu karena tidak pernah terpikir oleh mereka, kecuali segelintir saja untuk bertanya mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan itu, Untuk mempertanyakan secara serius dan sungguh-sungguh tentang tujuan atau konsekuensi pendidikan.

Undang-Undang Perlindungan Anak dan Fenomena Pendidik

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua juga wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan dimaksud adalah sesuai dengan Pasal 48 diarahkan pada :

1.Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal;
2.Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi;
3.Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri;
4.Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab; dan
5.Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.

Dalam menjadikan guru sebagai tenaga pendidik yang profesional di bidangnya, kompetensi sosial, psikologi dan kepribadian sangatlah dibutuhkan agar guru semakin dewasa, kreatif, dan bijaksana, dan dapat berkomunikasi dengan peserta didik dengan tidak mengutamakan/mengemukakan emosi. Artinya seorang pendidik harus berjiwa pendidik yang tidak hanya mengajar, sehingga ketika berbicara denga peserta didik dengan menggunakan hati nurani. juga melihat perlunya pemerintah meninjau kembali pola rekrutmen guru. Bila perlu, lakukan wawancara khusus agar kelihatan kondisi jiwa dan kepribadiannya.
Guru harus mendidik siswa nakal tanpa harus melakukan kekerasan fisik, seperti: menampar, mencubit apalagi sampai menendang. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah mengkaji ulang pembinaan internal dan rekrutmen guru, tidak sebatas memberi gaji tinggi, apalagi sekarang melalui sertifikasi guru, mereka mendapatkan gaji/penghasilan tambahan berdasarkan gaji pokok yang tertera di amprah gaji, dan berbagai tunjangan lainnya.
Adanya Undang-Undang Perlindungan Anak membuat guru merasa tidak bisa berbuat banyak. Undang-undang ini tidak memberikan ruang yang luas bagi guru dalam memberikan tindakan lebih tegas. Undang-undang ini melarang perlakuan fisik terhadap anak. Oleh karenanya, banyak guru dapat terjerat oleh undang-undang ini. Guru yang mencubit atau menjewer, bahkan menampar apalagi hukuman fisik lainnya dalam proses pembelajaran disekolah, dengan undang-undang ini, bisa kena sanksi sehingga mereka dihantui ketakutan.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002, diatur sejumlah tindakan yang masuk kategori pidana anak. Setidaknya, ada 14 pasal yang mengatur soal jenis tindakan yang masuk kategori tindak pidana. Pada Pasal 80 disebutkan “setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan, atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan atau denda paling banyak 72 juta rupiah”.
Dalam kenyataannya, selama ini banyak guru terkena pasal pidana hanya gara-gara masalah yang dianggapnya sepele seperti mencubit atau menjewer siswa. Tindakan ini bisa dikategorikan pelanggaran undang-undang dan hasilnya ancaman hukuman kurungan maksimal lima tahun atau denda maksimal seratus juta.
Dengan adanya pasal-pasal ini, guru seperti terpenjara untuk melakukan metode mengajar yang dinilai cocok. Seharusnya guru tetap diperbolehkan memberikan hukuman dalam batas kewajaran dan hukuman tersebut dilakukan dengan kasih sayang dengan tindakan tegas yang mendidik. Jika anak bandel terus dibiarkan, hal ini akan menular pada yang lain sehingga wibawa guru turun. Kalau terus dibiarkan kredibilitas sekolahpun akan turun,/rendah dimata masyarakat
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran akan berjalan dengan baik, apabila guru tersebut tidak menyalahgunakan kekuasaan dengan adanya kekuatan perlindungan undang-undang. Hal ini lantaran sering kali guru mengalami banyak masalah berhubungan dengan kekuasaan di atasnya, seperti kepala sekolah, yayasan, kepala dinas, bupati, serta wali kota. “Guru sering tidak mendapatkan perlakuan yang wajar dari pengambil kebijakan/keputusan. Contoh, dipotong gajinya dan dimutasi merupakan bentuk kesewenang-wenangan terhadap guru. Dalam pilkada sering kali guru yang tidak memberikan dukungan kepada mereka yang terpilih, akhirnya dipindahkan ke tempat-tempat yang kurang strategis. Sedangkan guru-guru yang memberikan dukungan akan mendapatkan posisi yang strategis dan jabatan structural yang tertinggi di sekolah yaitu kepala sekolah, bahkan tanpa melalui evaluasi/tes kelayakan kepala sekolah.
Namun, kita harus menyadari dan menolak keras apabila masih diberlakukannya kekerasan dalam kegiatan belajar-mengajar Kekerasan, bagaimanapun harus dijauhkan dari dunia pendidikan kita, karena akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa si anak. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Kaldun (dalam Muhammad Said Mursi, 2001:477) bahwa:
Anak yang menerima perlakuan kasar dari guru, raja, atau pembantu, akan jadi kasar, jiwanya sempit, dan semangatnya hilang. Perlakuan kasar itu menjadikan anak malas, pembohong, bicara tidak berguna (menampakkan sesuatu yang tidak ada dalam pikirannya), karena takut mendapatkan perlakuan kasar; mengajarkan padanya untuk membuat tipu daya dan rekayasa…..Akhirnya ia akan kembali ke tempat yang paling rendah (asfal safilin)”.

Prayitno (2003:79-80) menyatakan bahwa:
Dalam menyelenggarakan kegiatan kependidikan dan pembelajaran sehari-hari dengan “Lima Panglima” orientasi dan perangkat instrumental pendidikan tenaga pendidikan mengunakan alat-alat pendidikan yang secara khusus digunakan dalam praktek pendidikan, yaitu kewibawaan, kasih sayang dan kembutan, keteladanan, pemberian penguatan, dan ketegasan yang mendidik. Kelima alat ini digunakan oleh tenaga kependidikan dalam hubungan pendidikan antara pendidik dengan peserta didik yang diciptakan untuk kepentingan peserta didik.

Selanjutnya ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan dalam proses pembelajaran di sekolah, baik yang datangnya dari peserta didik maupun dari pendidik itu sendiri. namun pendidik seringkali menyikapinya dengan tidak menyadari posisinya sebagai pendidik yang harus memperhatikan aspek psikologi dan perkembangan mental/jiwa peserta didik.
Adapun kesalahan-kesalahan (dipandang dari aspek guru) tersebut adalah antara lain :
1.Memaksa peserta didik melakukan sesuatu sebelum ia yakin akan pentingnya melakukan hal itu.
2. Menetapkan strategi yang statis dalam memperlakukan peserta didik, dan tidak mau mengubah strategi itu meskipun peserta didik telah mengubah perilakunya.
3.Tidak menyikapi kesalahan peserta didik dengan lapang dada.
4.Tidak ada kemauan para pendidik untuk memahami factor-faktor yang menyebabkan peserta didik melakukan kesalahan.
5.Menghukum peserta didik meskipun telah mengubah perilakunya menjadi baik, dengan dasar “sekali lancung di ujian, selama hidup orang tak percaya”.
6.Tidak ada sugesti yang baik yang ditujukan kepada peserta didik.
7.Membandingkan peserta didik dengan peserta didik lain yang lebih baik.
8.Tidak adanya konsistensi dalam memaknai sebuah nilai atau dalam sikap pendidikan.
9.Tidak memberi peserta didik kasih sayang dan cinta dengan tulus ikhlas.
10.Tidak memperhatikan batas-batas hukuman fisik yang diberikan kepada peserta didik.
11.Tidak memperhatikan aspek perbedaan kepribadian antara satu peserta didik dengan lainnya dalam memperlakukan peserta didik.
12.Tidak melakukan konsep bertahap (gradual) dalam memperlakukan peserta didik
13.Menghinakan dan merendahkan peserta didik, serta melakukan diskriminasi dalam pendidikan. Hal ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 yaitu :
Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi;

14.Tidak menyertakan peserta didik dalam meletakkan dasar-dasar perilaku.
15.Mengikuti aliran dan cara yang salah dalam memperlakukan peserta didik.

Namun kesalahan-kesalahan dalam pendidikan banyak dan sering dialamatkan kepada peserta didik, meskipun pendidik tidak luput berbuat keliru. Menurut Prayitno (2002:149) kesalahan-kesalahan tersebut ada yang berada di wilayah hukum formal yang baik bersifat pidana, perdata, maupun delik aduan, dan lebih banyak lagi di luar wilayah hukum positif”. Selanjutnya juga dikemukakan beberapa contoh yang berkaitan dengan tindak pidana (pencurian, pemerasan, pembunuhan, pengguguran kandungan, pengedaran narkotika, Pengrusakan, korupsi.
Pelanggaran seperti dicontohkan di atas tidak mustahil dilakukan oleh peserta didik, namun semua pelanggaran itu harus diperlakukan sesuai dengan status hukumnya masing-masing. Seorang Pendidik tidak boleh menghukun peserta didik yang berada di luar lingkup tanggung jawabnya. Adapun pelanggaran yang bersifat formal yang dilakukan oleh peserta didik dapat berupa:
1.Pelanggaran dalam pakaian seragam
2.Kehadiran di sekolah
3.Disiplin dan tata krama
4.Pembayaran SPP dan iuran lainnya
5.Pelanggaran dalam mengikuti pelajaran
6.Mengerjakan pekerjaan rumah
7.Mengerjakan ulangan dan ujian
8.Sikap terhadap guru, sesama teman,
9.Pergaulan muda-mudi dan sebagainya.
Sejak Undang-undang Perlindungan Anak (UU PA) disahkan, makin banyak guru diadukan oleh masyarakat. Tak jarang, guru diciduk pihak berwajib. Atau didatangi oleh orang tua murid. Mereka marah-marah karena anaknya disetrap atau dihukum di dalam kelas. Perlindungan guru sebenarnya telah diatur secara jelas dalam Undang-undang (UU) No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 39 UU tersebut yang menyatakan bahwa, “pemerintah, pemerintah daerah (pemda), organisasi profesi dan masyarakat harus memberikan perlindungan profesi terhadap guru. "Tetapi, secara implementasi, peraturan ini belum berjalan karena kurangnya sosialisasi dan informasi, sehingga pendidik tidak mengetahui isi dan kandungan yang terdapat dalam Undang-Undang tersebut, bahkan yang paling menyulitkan untuk posisi guru/pendidik adalah ia sendiripun tidak mau tau bahkan tidak mau mencari tau dan membaca Undang-Undang yang berkaitan dengan profesinya sebagai Pendidik.
Apalagi dengan lahirnya UU Perlindungan Anak yang melarang kekerasan guru terhadap anak didik, makin memacu laporan kekerasan yang dilakukan oleh guru. Padahal, sebagai seorang pendidik, guru memiliki otoritas akademik di dalam kelas, karena kekerasan itu belum tentu karena kesalahan guru. Guru juga belum tentu menghukum, tetapi menegakan disiplin. Dalam hal ini perlu dibedakan status di dalam lingkungan sekolah: sebagai anak atau peserta didik. kalau di sekolah berarti dia sebagai peserta didik yang harus tunduk kepada gurunya. Tidak ada guru yang secara sengaja mau melakukan kekerasan. Kalaupun hal itu dilakukan, seharusnya ditindak lewat Dewan Kehormatan Guru karena telah menyalahi etika dan kode etik guru yang merupakan pedoman sikap dan perilaku serta nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
Meskipun demikian apabila guru melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, Undang-Undang Guru dan Dosen, Kode Etik Guru Indonesia, haruslah terlebih dahulu diproses melalui Dewan Kehormatan Guru yang ada di sekolah yang bersangkutan. Karena Dewan Kehormatan Guru juga dibentuk oleh asosiasi profesi yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
Conclusion
Berdasarkan kenyataan dan pembahasan tentang Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 dan fenomena pendidik dalam proses pembelajaran peserta didik di sekolah, maka dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 ini belum tersosialisasikan kepada masyarakat terutama kepada pendidik yang merupakan orang yang bersentuhan lansung dan kebanyakan waktunya bersama peserta didik.
Para orangtua seharusnya tidak menyalah artikan dan menyalahgunakan Undang-Undang Perlindungan Anak menjadi suatu sarana yang membenturkan orangtua siswa dengan guru sehingga membuat para guru bingung dan sulit mengajar siswa untuk bersikap dan berperilaku yang baik serta membuat siswa tersebut menjadi pintar. Guru-guru akan serba salah untuk mendidik siswanya. Sebab bila menghukum siswa yang salah dan malas khawatir akan berakhir di polisi.
Dalam hal ini diharapkan kepada Dinas Pendidikan dan instansi terkait untuk sesegera mungkin dapat mensosialisasikan Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 ini ke sekolah-sekolah, orang tua siswa dan masyarakat yang merupakan pendukung dan pelaksana undang-undang itu sendiri, agar permasalahan yang merupakan benturan antara guru, siswa, orang tua siswa dan masyarakat dapat diminimalisir. Hal ini patut dicermati, karena bila ini tidak segera disosialisasikan dikhawatirkan akan membawa dampak besar bagi mutu pendidikan dan tumbuh kembang peserta didik.
Selanjutnya kepada tenaga kependidikan dalam hal ini guru jangan hanya berpangku tangan menunggu program-program, kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang sifatnya hanya menguntungkan kepada perbaikan gaji, tapi juga harus memperhatikan dan mencari tau tentang sesuatu yang akan membangun mental spiritual, kepribadian untuk meningkatkan keprofesionalan guru yang berdasarkan kepada iman dan taqwa dengan menjadikan peserta didik sebagai “subjek bukan objek pendidikan”.
Wassalam…….

References
Chan, Sam M. 2007. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Radja Grafindo Persada: Jakarta.
Drost. 1998. Sekolah: Mengajar atau Mendidik. Kanisius: Jogjakarta.
http://hariansib.com/2008/03/07/pgri
http://www.jurnalnasional.com/?media=KR&cari=perlindungan
Kode Etik Guru Indonesia
Koran Tempo, 19 November 2008
Muhammad Said Mursi, Syaikh. 2004. Seni Mendidik Anak. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.
Mulyasa H. E. 2008. Implementasi KTSP: Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Bumi Aksara: Jakarta
Prayitno. 2002. Hubungan Pendidikan (Materi Pelatihan Guru Pembimbing. Depdiknas
_______. 2003. Pendidikan dan Peran Pendidikan Tenaga Kependidikan (dalam Isjoni: Falsafahdan Sistem Kependidikan). Unri Press:Pekan Baru Riau.
_______. 2008. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Panitia Sertifikasi Guru. Rayon Universitas Negeri Padang.
Syafaruddin. 2008. Efektifitas Kebijakan Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta
Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002
Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005
William F. O’neil. 2008. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Pustaka Pelajar: Jogjakarta